Judul diatas sangat pantas mewakili tulisan ini. Dengan tanpa maksud sok tahu, akan tetapi hanya keinginan bertukar cerita, pandangan dan pengalaman sebagai orang yang sama-sama belajar mencoba hidup lebih bermakna dan berarti.
Pasti kita bertanya kenapa hidup harus bermakna dan berarti? Atau bahkan, untuk apa hidup? Jawabannya tentu dikembalikan kepada Iman kita, karena kita sudah dilahirkan, maka kita harus hidup. Apakah hanya sekedar hidup?

Jelas, ada lahir ada mati. Iman kita, percaya ada hidup setelah kematian. Tanpa Iman, tentu hidup hanya untuk mencuri, merampok, dan melakukan kejahatan-kejahatan lain. Karena tidak ada lagi yang perlu dipertanggungjawabkan nanti. Tanpa Iman, memandang Alam hanya satu mata. Sedangkan dengan Iman dengan dua mata, yaitu mata hati, sehingga kita rela melakukan Shalat, sembahyang, berpuasa, memberi dan menolong orang lain dan hal-hal lain yang tanpa pamrih dengan keikhlasan.
Dasar kita melakukan sesuatu adalah Iman kita. Bagi seseorang yang tidak beriman, seluruh hidup kita sebuah hukuman, walaupun hidup di istana sekalipun. Kita tidak akan pernah merasakan kenikmatan, kenyamanan dan kedamaian tanpa Iman. Memperlakukan teman, sahabat dan seseorang di sekitar kita dengan baik, adalah karena Iman. Semata-mata karena Tuhan memperlakukan kita dengan baik, kita diberi hidup, bisa bernafas, melihat, mencium, tidak sakit, bisa berjalan-jalan menikmati keindahan dunia yang dianugerahkan Tuhan kepada umat manusia.
Kegagalan dalam karir, sekolah, bekerja, tertimpa musibah dan lain sebagainya adalah seperti kita terkena ”sakit”. Memang penyakit adalah kehendak Allah dan Allah yang menurunkan obatnya, sebagaimana janjiNYA dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Bahwa tidak hanya penyakit, banyak hal dijanjikan Allah termasuk kalau meminta kepada-NYA, maka akan diberikan kepada orang yang meminta.
Kita pasti berpikir kenapa orang bisa gagal, tertimpa musibah, mati karena tidak ada obatnya(?)
“Anda jangan berputus asa bahwa tidak selamanya cita-cita itu berhasil karena angin bertiup tidak menurut arah perahu layar”.
“Mudah tidak ada artinya. Susah dan sulit itulah yang penting kita hadapi, untuk membawa kemajuan. Ketika orang lain jatuh di saat itu kita berdiri dan akhirnya kita mendapat kemenangan yang gemilang”
Dua kalimat bijak diatas(yang tentu bersumberkan pengalaman dan ajaran agama), setiap orang bisa saja mengalami kegagalan, kesusahan atau mati saat ini atau nanti. Petuah ini membawa pelajaran Kita harus belajar dari kegagalan (kapan saat kita berlayar agar sampai tujuan sesuai arah angin). Selain itu, kesusahan dan kesulitan harus dihadapi. Jika kita mampu menghadapinya kita akan lebih kuat. Karena orang yang selalu mendapatkan kemudahan dalam hidup tentu tidak akan siap menghapai kesusahan yang pasti kita hadapi.
Kita tentu berpikir kenapa Allah membuat kita gagal, susah dan sakit?
Jika kita berpandangan akademis-ilmiah, tentu jelas jawaban dan penyebabnya. Bisa dari kita sendiri (internal) atau dari orang lain/alam dan sebagainya (eksternal). Jika sakit, maka sebabnya karena kita tidak menjaga kesehatan atau dan faktor orang dan lingkungan di sekitar kita. Atau sebuah kegagalan diterima di perusahaan atau karir yang diimpikan bisa disebabkan karena kita tidak siap, tidak mampu, tidak memenuhi standart/ ukuran Perusahaan. Atau memang kemampuan kita tidak disitu atau faktor diluar kita, yaitu Peruhaan/ PT X memiliki ukuran sendiri siapa yang dapat diterima atau karena KKN dan sebagainya atau faktor alam membuat kita gagal.
Kalau tujuan kita mau menyalahkan siapa, kita mudah menemukan siapa yang salah dan apa penyebabnya. Tetapi semua yang terjadi memang atas kehendak dan seijin Allah. Kita tentu berpikir kenapa Allah menghendaki sesuatu yang buruk terjadi kepada kita, padahal menurut kita sudah sepenuhnya berusaha dan layak mendapatkan yang terbaik?
Disini tidak dijawab, akan tetapi kita bisa jawab dari musibah Tsunami di Aceh kenapa menimpa anak-anak dan orang tua yang tidak berdosa (mayoritas Islam lagi)? Kenapa banyak orang mati karena tidak mendapatkan pengobatan maksimal di Puskesmas atau Rumah Sakit? Kenapa banyak orang-orang desa yang miskin karena tidak dapat sekolah? Kenapa gempa menimpa orang-orang tidak berdosa di Sumatera Utara? kenapa dan kenapa?
Yang tahu sebabnya dengan jernih secara ilmiah adalah kita sendiri(orang sekolahan), dari pengetahuan kita. Mereka yang susah, menderita, miskin dan orang-orang yang gagal di pedesaan, hanya punya satu kata, yaitu “menerima”/ tawakkal semua sudah kehendak Allah. Mereka tidak dapat berbuat apa-apa untuk merubah hidupnya untuk lebih baik. Tapi, jangan lupakan bahwa mereka tetap berusaha, paling tidak mempertahankan untuk hidup dan berikhtiar menyekolahkan anak-anaknya lebih tinggi dengan harapan hari esok anak-anaknya bisa lebih baik dari orang tuanya.
Apakah kesusahan yang menimpa orang-orang seperti mereka adalah bentuk kasih sayang Allah? Wallahu A’lam. Hanya Allah yang tahu. Apakah lantas hidup kita berhenti sampai disini?
Tentu kita yang harus mengambil hikmah dari kejadian di sekitar kita. Sejak bayi dilahirkan, kita menangis menyambut hidup ini susah. Kita dilahirkan untuk menjadi raja bagi diri kita sendiri dengan semangat kuat dan jiwa besar dan tidak menjadi “penakut” yang hidupnya sebelum mati ”beneran” telah mati jutaan kali karena ketakutan.
Kita yang yang mengaku lebih berpendidikan mestinya belajar dari usaha dan tawakkal kepada mereka yang tidak tahu sekolahan. Dua sikap diatas dilakukan secara bersama-sama. Bahwa perubahan hidup, mereka yang menentukan dan merubah sendiri, dengan tetap tidak berpaling dari-NYA.
Kamu tentu berpikir apakah dengan berusaha lebih baik, seperti kalau sakit berobat atau mengganggur dengan mencari kerja, bertentangan dengan sikap dengan tawakkal atau menabrak taqdir Allah? Atau kondisi ini Taqdir Allah?
Nabi Muhammad SAW pernah bersabda saat orang-orang badui bertanya tentang berobat. Sabdanya : “Bagus hai hamba Allah!, Berobatlah! Sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit melainkan menurunkan obatnya, kecuali penyakit yang satu, “Mereka bertanya : Hai Rasulallah apakah yang satu itu? Rasululllah menjawab : “pikun””.
Berobat merupakan kewajiban, walaupun sakit adalah Taqdir Allah pula. Berobat tidak bertentangan dengan sikap tawakkal kita kepada Allah. Tawakkal harus bersamaan dengan menggantungkan hati kepada Allah. Seseorang yang bertawakkal harus melakukan sebab, jika tidak menyia-nyiakan hikmah dan syara’.
Dalam beberarapa Hadits Rasulallah meyebutkan berobat dari penyakit adalah termasuk Taqdir Allah. Sebagaimana lapar dan haus, panas dan dingin adalah Taqdir Allah. Tetapi apakah kita membiarkan diri dalam kepanasan dan kedinganginan atau membiarkan lapar dan haus menyerang kita? Tentu tidak-kan?
Kita akan makan dan minum dan berteduh atau membangun rumah agar tidak kepanasan dan kedinginan. Serangan musuh adalah Taqdir Allah, tetapi harus dilawan dengan Jihad yang merupakan Taqdir Allah pula. Jadi tidak berhenti dengan menerima kekalahan karena kita tidak berani melakukan apapun. Ada sebuah pepatah latin Aegroto dum anima est, spes est. Selama seseorang yang sakit masih memiliki semangat, maka masih ada harapan. Artinya selama masih ada semangat, tidak ada yang tidak mungkin.
Keputusasaan dalam segala bentuknya bukan hanya haram hukumnya, tetapi “putus asa” melenyapkan keberanian. Berhasil atau tidaknya maksud kita itu tergantung keberanian hati kita. PUTUS ASA ADALAH SIFAT YANG SEGALA HAL SEJAHAT-JAHATNYA. Dengan mata telanjang saja, pedang diasah akan tajam, kenapa kita putus asa untuk mengasah pedang yang jelas-jelas akan menjadi tajam? Semua orang tahu dengan membaca maka akan tahu dan mengerti sesuatu yang dibaca, kenapa harus putus asa untuk membaca?
Begitu juga kalau ingin mendapatkan uang dengan bekerja. Untuk mendapatkan pekerjaan, maka harus melamar pekerjaan dimanapun pekerjaan itu berada. Merencanakan sesuatu tanpa melakukan dan mengerjakannya adalah tukang mimpi. Siapa mendapatkan sesuatu sesuai rencana akan mendapatkan kemenangan baik di dunia maupun di akhirat.
Seseorang boleh bercita-cita, akan tetapi yang terjadi belum tentu sesuai cita-cita kita. Akan tetapi jangan berhenti bercita-cita dan merencanakan sesuatu. Apakah perahu yang berlayar di tengah lautan berhenti hanya karena arah angin behembus sebaliknya? Kita bisa memanfaatkan angin dan teknologi untuk mencapai tujuan dan cita-cita kita kalau mau belajar dari pengalaman diri sendiri atau orang lain. Kita bisa belajar dari kesalahan dan memulai lagi dengan keberanian. Bukankah kita berdiri saat kecil membutuh keberanian? Kita harus siap jatuh dan terluka, bahkan terbunuh dengan keberanian untuk dapat berdiri. Kita harus siap belajar dari orang lain untuk diam dan mendengarkan, saat kita mampu berdiri kita kemudian harus belajar untuk duduk dan mendengarkan.
Mohon maaf barang kali semua yang kusampaikan terlalu keras dan menyinggung hati. Semua yang kulakukan semata-mata meneguhkan hati dan keyakinanmu. Bukankah J.S. Mill pernah menyatakan “Satu keyakinan yang mendalam, membuat orang kebal terhadap ejekan dan hinaan”.
Semua butuh keyakinan apa yang dilakukan. Kita harus tetap bercita-cita untuk melawan Taqdir Allah dengan Taqdir Allah pula yang diwajibkan Agama pula. Karena hidup tanpa cita-cita adalah laksana sampah yang terapung di tengah lautan, terombang ambing tidak jelas. Apakah kita akan membiarkan diri kita mengikuti kemauan orang lain (kelihatannya baik) tanpa keyakinan akan cita-cita sendiri? Tentu jawabannya tidak. Kita terlalu sering menyatakan biasa dihina orang lain, padahal kita sebenarnya dengan dikritik orang saja tidak terima. Semua orang yang bermaksud baik dianggap jahat kepada kita. Dengan demikian kita tidak yakin dengan keputusan kita tentang hidup.
Yang kuharapkan kamu kembali berdiri dan tidak berhenti pada diskusi yang tidak akan ada habis-habisnya. Kelemahan kita, termasuk diriku, adalah terlalu banyak bicara dan mempertanyakan sesuatu hal yang jelas-jelas jawabannya pada diri kita, lingkungan kita, serta alam semesta ini. Mungkin selama ini aku tidak banyak memujimu, semata-mata pujian-pujian yang keterlaluan itu membunuh kritik yang menghidupkan.
Kita tetap harus kembali kepada Allah SWT saat kita senang dan susah. Kebanyakan orang mengingat Allah saat susah dan sakit, akan tetapi lupa saat senang dan sehat. Saat senang, kaya dan sehat kita terlalu sombong menyatakan semuanya kerena usaha kita sendiri. Begitupula menyalahkan Allah karena diberikan kesusahan. Padahal kita tidak tahu kehendak Allah atas kita sebagaimana musibah yang banyak menimpa orang-orang tidak berdosa dan justru membutuhkan perlindungan. Kenapa tidak orang-orang kaya, serakah dan koruptor saja yang dikasih musibah dan kesusahan?
Begitu pula kondisimu saat ini yang tidak lolos saat ini tidak ada salahnya jika kamu tetap kembali kepada-NYA. Kita tidak layak menyalahkan Tuhan, toh jawaban Tuhan kita tidak tahu dengan apa dan melalui apa. Kita jelas tahu dan mengetahui kenapa sesuatu terjadi dengan melihat dan memahami dengan membuka mata hati kita. Gagalnya sesuatu tetap karena manusia, alam dan kehendak Allah. Tercapainya cita-citamu juga tetap karena manusia, alam dan kehendak Allah juga.
Bukannya aku membela Allah. Karena tanpa siapapun, tanpa dibelapun atau kita menolak menyembah Allah-pun, Allah SWT tetap Maha Mengetahui, Maha Adil, Maha Besar dan Maha..dan Maha….
Jadi jangan pernah berhenti berusaha, karena usaha kita sampai dimana adalah Taqdir Allah juga. Tulisan ini penegasan yang pernah kusampaikan kepadamu semata-mata untuk meneguhkan semangatmu dan cita-citamu. Hidup adalah perjuangan. Wallahu A’lam.
Mojo Tegal, 15/06/2007
MH
Sumber Foto: http://ronidream.blogspot.com/20…usi.html